fashingnet.com-PUBLIK sepakbola di Tanah Air tengah berduka. Bangsa ini dihadapkan dua pilihan kompetisi halal dan haram sesuai statuta Badan Sepakbola Dunia (FIFA) dan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Padahal anak bangsa hanya ingin menyaksikan satu liga yang benar-benar akbar.
Indonesia Premier League (IPL) merupakan kompetisi resmi yang diakui FIFA, AFC dan PSSI. Sementara, sekelompok orang yang terindikasi barisan sakit hati membentuk liga tandingan yakni Indonesia Super League (ISL). Liga haram ini justru mengakibatkan petaka bagi klub dan pemain.
Petinggi PSSI beberapa kali memberikan imbauan agar klub pembelot kembali ke alam sebenarnya yakni kompetisi resmi. Ajakan baik PSSI diabaikan sebagian manajemen klub dan tetap memilih ISL sebagai kompetisi yang 'pantas' diikuti. FIFA dan AFC tidak suka melihat kondisi ini. Wadah pembinaan dunia dan Asia itu mengistruksikan PSSI menjatuhkan sanksi kepada klub pembelot.
Melalui Komisi Disiplin (Komdis), PSSI mengganjar sanksi kepada Mitra Kukar, Persisam Samarinda, Persela Lamongan, Persiba Balikpapan, PSPS Pekanbaru, Deltras Sidoarjo, Pelita Jaya Karawang, dan Persib Bandung. Tragisnya, Maung Bandung menerima sanksi paling berat karena sudah memulai kompetisi atau kick off IPL pada 14 Oktober dan menerima revenue sharing.
Klub kebanggaan masyarakat Bandung itu divonis melanggar pasal 57 ayat 1 dan 2 terkait tidak hadir dalam pertandingan junto pasal 32 dan pasal 23. Kewajibannya, Persib harus diskualifikasi dari kompetisi IPL 2011-2012 dan degradasi ke Divisi Utama musim 2012-2013. Persib juga harus mengambil semua kontribusi yang sudah diserahkan oleh PT LPIS yang ditaksir bernilai Rp250 juta, didenda Rp1 miliar serta larangan melakukan kegiatan transfer dan beraktivitas di TMS (Transfer Mathing Machine) musim 2011-2012.
Hukuman yang dijatuhkan PSSI hendaknya menjadi renungan dan klub yang menerima sanksi bisa mengambil hikmahnya. Dengan sanksi tersebut, sudah pasti merugikan banyak pihak terutama pemain. Soalnya, para Garuda Indonesia yang bermain di klub tersebut juga dilarang tampil membela Timnas Indonesia. Padahal, mengenakan kostum timnas merupakan impian setiap pemain sepakbola.
Bukan hanya itu, semua tokoh yang menjadi penyebab kekisruhan ini idealnya menggunakan akal sehat ketimbang ego pribadi. Sepakbola bukan milik mereka, melainkan kami sebagai anak bangsa. Artinya jangan hancurkan proses pembinaan hanya demi kepuasan pribadi, hanya karena ingin menuntaskan dendam dan persoalan pribadi lainnya.
Perlu diingat pula, para pemain sama sekali tidak diuntungkan dengan kisruh seperti ini. Yang diinginkan para pemain hanya kompetisi, kompetisi dan kompetisi yang resmi. Melalui kompetisi resmi tersebut para pemain bisa memiliki kesempatan tampil membela Merah Putih.
Untuk itu, semua pihak yang mengaku cinta sepakbola lebih mengedepankan kemajuan sepakbola Indonesia daripada kepentingan pribadi. Demikian pula kompetisi di Indonesia seharusnya tidak pecah karena bisa mengurangi kecintaan masyarakat terhadap sepakbola Indonesia.
Bukan saatnya lagi sebagian pihak merasa dirinya hebab dibandingkan pengurus PSSI saat ini. Sebaliknya, mereka hendaknya bergabung dan membantu PSSI bagaimana mencetak generasi muda dan mempersembahkan gelar juara bagi bangsa.
Sungguh miris pribadi yang dengan sengaja mangacaukan kompetisi sepakbola di Tanah Air. Seharusnya mereka malu dan menanggalkan ego dengan mendukung penuh amanat yang diemban PSSI. Sekali lagi harus diingat, Sepakbola milik kami bangsa Indonesia, bukan Anda sebagai pribadi yang ego.
Jangan Lupa Di Like Ya Gan
Judul : Sepakbola Milik Kami, Bukan Anda
Deskripsi : Artikel ini menginformasikan tentang Sepakbola Milik Kami, Bukan Anda secara lengkap dan detail.